Desa Adat Penglipuran
Desa adat Penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki
tatanan spesifik dari struktur desa tradisional, sehingga mampu
menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dari struktur desa
tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku
turun temurun. Sehingga dengan demikian desa adat Penglipuran merupakan
obyek wisata budaya. Keasrian desa adat Penglipuran dapat dirasakan
mulai dari memasuki kawasan pradesa dengan hijau rerumputan pada
pinggiran jalan dan pagar tanaman menepi sepanjang jalan, menambah
kesejukan pada daerah prosesi desa.
Pada areal catus pata setelah
prosesi tersebut, merupakan areal tapal batas memasuki desa adat
Penglipuran. Balai wantilan dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang
terbuka pertamanan, merupakan daerah selamat datang (Welcome Area).
Sampai
pada batas, seperti memarkir kendaraan, memutar dan sebagainya. Areal
berikutnya adalah areal tatanan pola desa, yang diawali dengan gradasi
ke fisik desa secara linier ke arah kanan dan kiri.
Keunggulan
dari desa adat Penglipuran ini terletak pada struktur fisik desa yang
serupa seragam dari ujung utama desa sampai ke bagian hilir desa.
Tofografi desa tersusun sedemikian rupa dimana pada daerah utama desa
kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah
hilir.
Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh
yang merupakan daerah utama desa yang unik dan spesifik karena di
sepanjang jalan koridor desa hanya digunakan untuk pejalan kaki, yang
kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-atribut struktur desa; seperti
tembok penyengker,angkul-angkul dan telajakan yang seragam.
Keseragaman
dari wajah desa tersebut disamping karena adanya keseragaman bentuk
juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk tembok penyengker
dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang dibelah untuk
seluruh bangunan desa.
Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding
maupun lain-lain kebutuhan merupakan suatu keharusan untuk digunakan
karena desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu dan masih merupakan
teritorial desa Penglipuran. Daya tarik lainnya ialah cara-cara
penguburan mayatnya memiliki keunikan yang berbeda dengan desa-desa
lainnya di Bali..
Lokasi
Desa
adat Penglipuran terletak di Kelurahan Kubu di Kecamatan Bangli,
Kabupaten Dati II Bangli. Luas desa adat Penglipuran kurang lebih 112
ha, dengan batas wilayah desa adat Kubu di sebelah timur, di sebelah
selatan desa adat Gunaksa, dan di sebelah Barat Tukad Sang-sang,
sedangkan di sebelah utara desa adat Kayang.
Desa adat ini
terletak pada ketinggian 700 M di atas permukaan air laut. Desa Adat
Penglipuran terletak pada jalur wisata Kintamani, sejauh 5 Km dari pusat
kota Bangli, dan 45 Km dari pusat kota Denpasar.
Fasilitas
Pada
bagian hilir dari desa adat Penglipuran ini, terletak Taman Makam
Kapten Mudita yang keberadaannya ditata dengan baik, sehingga dapat
tampil juga sebagai obyek wisata sejarah.
Disamping itu pada
ujung hutan bambu di sebelah utara desa Penglipuran akan dikembangkan
kawasan dan arena berkuda. Sehingga dengan demikian dalam satu paket
kunjungan ke desa Penglipuran ini akan banyak hal yang bisa dijumpai dan
prosesi berkunjung diharapkan mulai dari hutan bambu bagian utara,
terus berjalan kaki disepanjang kurang lebih 1000 meter, dan pada bagian
akhir kehilir desa, terus memasuki Taman Makam Pahlawan.
Kunjungan
Meskipun
desa adat Penglipuran ini belum resmi sebagai obyek wisata, namun sudah
banyak para wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini, karena obyek ini
mudah dijangkau dari jalan utama Bangli - Kintamani.
Deskripsi
Menurut
penuturan para pemuka adat, bahwa Penglipuran mengandung makna
"Pangeling Pura". Penglipuran yang mengandung makna "Pangeling Pura"
memberikan petunjuk bahwa terjadi hubungan yang sangat erat antara tugas
dan tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama.
Desa
adat Penglipuran ini yang memiliki spesifik dan jati diri, perlu
diteliti lebih mendalam akan berbagai ragam yang melatar belakangi
keunikan desa tersebut.
Obyek ini mempunyai struktur sedemikian
rupa sehingga terlihat jelas antara utama mandala, madya mandala, dan
nista mandala, struktur yang bergradasi seperti itu memberi petunjuk
yang sangat jelas dan akurat, bahwa desa adat Penglipuran diciptakan
melalui penataan yang benar.
Sehingga dengan demikian maka fungsi
obyek sebagai desa yang mewadahi kehidupan masyarakatnya tercermin dari
konsep keseimbangan Buana Agung dan Buana Alit.
Filsafat
hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia
mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas
dalam area kawasan obyek. Sehingga dengan demikian azas Tri Hita Karana
dapat dijabarkan dalam berbagai ragam bentuk, yang kesemuanya terpapar
pada kawasan.
Nilai estetika yang ditimbulkan dari hubungan yang
selaras dan serasi sudah menyatu dalam totalitas proses alami yang
terjadi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu visualisasi estetik pada
kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan
sudah menyatu dalam tata lingkungannya.
Tata nilai estetika yang
berkaitan erat dengan kehidupan sosial ekonomi budaya manusianya, yang
berarti manusia harus berkemampuan mengimajinasi dan menciptakannya
dalam kreasi-kreasi cipta lingkungan desanya.
Desa Penglipuran
telah tampil secara utuh, yang sekaligus merupakan suatu kesinambungan
proses antara sosial budaya religius manusianya dengan gradasi topografi
struktur kawasan.
Hal ini beralasan, karena leluhur masyarakat
Penglipuran berasal dari desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani. Karena
desa Bayung Gede letaknya jauh dari desa Penglipuran, maka masyarakat
Penglipuran membangun tempat-tempat persembahyangan (pura) yang sama
seperti di desa Bayung Gede.
Sumber: www.kayunbali.com